SEKILAS PRODUK

ETAWAKU adalah sebuah merk susu bubuk kambing Etawa yang sudah diterima oleh masyarakat Indonesia. ETAWAKU bukan susu kambing kualitas nomor 1 di Indonesia. Jika dibanding susu kambing merk lain (dengan harga yang relatif sama), Insyaallah ETAWAKU adalah susu bubuk kambing yang terbaik kualitasnya.
Pada awalnya sumber susu kambing ETAWAKU berasal dari supliyer di Jawa Tengah. Karena tidak amanah menjaga kualitas produk, akhirnya ETAWAKU diproduksi di Yogyakarta. Sumber produksi ETAWAKU berasal dari susu kambing yang dibudidayakan sekitar lereng Gunung Merapi. Didasarkan pada kelebihan susu kambing di sekitar lereng Gunung Merapi yang mempunyai nilai gizi lebih.
Aktivitas erupsi Gunung Merapi yang rutin, mengakibatkan kualitas tanah di sekitar lereng Gunung Merapi senantiasa terbarukan. Sehingga tanaman yang tumbuh di sekitar lereng Gunung Merapi lebih kaya kandungan mineral dan gizinya. Dedaunan dari tanaman tersebut dijadikan sebagai pakan utama bagi indukan kambing yang siap perah. Hasilnya, air susu yang dihasilkan dari indukan kambing tersebut jelas lebih berkualitas.
Selain itu, di sekitar lereng Gunung Merapi juga terbilang cukup aman dari berbagai pencemaran air, tanah, maupun udara. Sehingga susu kambing di sekitar lereng Gunung Merapi jauh lebih aman untuk dikonsumsi.
Susu Kambing ETAWAKU telah lolos uji SNI 01-2970-2006 dan telah mendapatkan Ijin Pengolahan Susu Bubuk Kambing Dinas Peternakan Kabupaten Tegal dengan Nomor Rekomendasi : 800 / 576 / 2012.



Kamis, 12 Maret 2015

Makan 3 Kali Sehari Tak Selalu Sehat?


Rumus makan selama ini, yaitu makan tiga kali dalam sehari ternyata tak selalu benar. Beberapa ahli nutrisi dan kesehatan mengungkap kalau makan saat pagi, siang dan malam bisa berbahaya bagi kesehatan
Menurut Abigail Caroll, seorang ahli sejarah, kebiasaan makan tiga kali sehari lebih karena alasan kultural yang dipengaruhi oleh kaum aristokrat Eropa. Dalam bukunya terbarunya berjudul "Three Squares: The Invention of the American Meal", ia mengungkap latar belakang munculnya kebiasaan makan tiga kali.

"Dulu kaum kaya Eropa makan teratur atau tiga kali dalam sehari karena dianggap lebih mampu dan lebih beradab dibanding warga miskin yang makan yang di waktu panen atau sering berpuasa," kata Caroll.
Ketika kondisi ekonomi membaik, kebiasaan makan tiga kali itu pun diadaptasi dan dianggap sebagai konsep makan terbaik, yaitu sarapan, makan siang dan makan malam. Padahal menurut Caroll, tak ada bukti medis kalau makan tiga kali sehari itu berdampak lebih baik bagi kondisi tubuh.
Christopher Ochner, seorang ahli nutrisi dari Mt. Sinai Hospital di New York, punya pendapat lain soal makan tiga kali ini. Menurutnya, makan tak perlu mengikuti waktu, tapi mengikuti kebutuhan.
"Jangan makan mengikuti waktu makan, tapi makanlah saat perut merasa lapar. Sesederhana itu," ujar Ocher.
Penulis: Mutia Nugraheni/MUT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar