Menurut Abigail Caroll, seorang ahli sejarah, kebiasaan makan tiga kali sehari lebih karena alasan kultural yang dipengaruhi oleh kaum aristokrat Eropa. Dalam bukunya terbarunya berjudul "Three Squares: The Invention of the American Meal", ia mengungkap latar belakang munculnya kebiasaan makan tiga kali.
"Dulu kaum kaya Eropa makan teratur atau tiga kali dalam sehari karena dianggap lebih mampu dan lebih beradab dibanding warga miskin yang makan yang di waktu panen atau sering berpuasa," kata Caroll.
Ketika kondisi ekonomi membaik, kebiasaan makan tiga kali itu pun diadaptasi dan dianggap sebagai konsep makan terbaik, yaitu sarapan, makan siang dan makan malam. Padahal menurut Caroll, tak ada bukti medis kalau makan tiga kali sehari itu berdampak lebih baik bagi kondisi tubuh.
Christopher Ochner, seorang ahli nutrisi dari Mt. Sinai Hospital di New York, punya pendapat lain soal makan tiga kali ini. Menurutnya, makan tak perlu mengikuti waktu, tapi mengikuti kebutuhan.
"Jangan makan mengikuti waktu makan, tapi makanlah saat perut merasa lapar. Sesederhana itu," ujar Ocher.
Penulis: Mutia Nugraheni/MUT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar